Terlalu Ribet, RPP e-commerce munculkan Kekhawatiran di Kalangan pelaku bisnis online
Penggodokan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang e-commerce rupanya menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah pihak. Alasannya, tak lain karena RPP ini nantinya disinyalir akan merugikan perkembangan bisnis online di Indonesia terkait dengan perizinan yang berlapis.
Menanggapi dengan segera, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel kemudian menegaskan bahwa Pemerintah memang mewajibkn para pelaku e-commerce untuk mengurus perizinan sebelum beroperasi. Namun, untuk bentuk perizinannya seperti apa dan apa saja syaratnya masih belum diputuskan. “Penyelenggara e-commerce wajib memiliki izin, tidak mungkin tidak. Tentu soal izin ini akan kita buat, tidak akan dipersulit juga karena kita kan harus melindungi semua pihak. Baik industri atau investasinya,” kata Rachmat saat ditemui oleh awak media seusai Rapat Pembahasan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) di Gedung Kemenkominfo (3/7).
Menyoal tentang bentuk perizinannya, apakah memerlukan sertifikat atau cukup akreditasi saja, masih belum ditentukan. ” Sampai saat ini RPP masih dibahas, belum tentu akan selesai bulan ini,” tutur Rachmat. “Nanti kita akan lihat mana yang lebih pas,” imbuhnya.
Sebelum kabar ini mencuat, Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA) sempat memberi sinyal keberatan terhadap RPP e-commerce yang mereka terima. Dalam draf disebutkan bahwa penyelenggara e-commerce diwajibkan untuk mengurus sertifikasi dan memenuhi beberapa syarat lainnya. “Kami lihat kok banyak sekali obligasi-obligasi untuk verifikasi perizinan khusus. Perlu diketahui, e-commerce di sini sudah berbadan hukum. Jadi kalau kami harus melakukan sertifikasi lagi, tampaknya ada 4 sampai 6 syarat yang harus dipenuhi,” ujar Sari Kacaribu, anggota bagian Kebijakan Publik Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) saat diwawancara dalam kesempatan berbeda.